Rabu, 18 Juli 2007
( Kary Mullis, penemu PCR )
Ilmu pengetahuan forensik dan laboratorium penulis DNA mendapat keuntungan yang besar sejak ditemukan teknik yang dikenal sebagai reaksi rantai polimerase ( PCR ). Pertama kali dijelaskan oleh Kary Mullis dan anggota Human Genetics Group dalam Korporasi Cetus
(sekarang dikenal sebagai Roche Molecular System ) pada tahun 1985, PCR telah merevolusi biologi molekuler dengan kemampuannya untuk membuat berjuta-juta kopi sekuen spesifik dari DNA hanya dalam beberapa jam saja. Dan sebagai akibat dari ditemukannya PCR, Karry Mullis, penemunya, mendapatkan Hadiah Nobel dalam bidang Kimia pada tahun 1993, kurang dari 10 tahun sejak pertama kali PCR dijelaskan.
Tanpa adanya kemampuan untuk membuat kopi dari sampel DNA, banyak barang bukti forensik yang tidak mungkin dapat dianalisa. DNA dari TKP seringkali terbatas dalam jumlah dan kualitasnya, dan untuk mendapatkan sampel yang bagus dan lebih murni adalah sulit ( para pelaku kejahatan tentunya tidak akan secara sengaja meninggalkan bukti ). Teknologi penjabaran DNA dengan menggunakan PCR adalah cocok sekali untuk menganalisis sampel DNA forensik karena metode ini sensitif, cepat, dan tidak seperti metode RFLP ( Restriction Fragment Lenght Polymorphism ) yang terbatas penggunaanya dalam hal kuantitas.
PROSES REAKSI RANTAI POLIMERASE(PCR)
Figure 4.1
Thermal cycling temperature profile for PCR. Thermal cycling typically involves three different temperatures that are repeated over and over again 25--35 times. At 95 degree celcius, the DNA strands separated or denature. At 60 degree C, primers bind or 'anneal' to the DNA template and target region on to the amplified. At 72 degree C, the DNA polimerase extends the primers by copying the target region using the deoxynucliotide tripospate building blocks. The entree PCR process is about3 hours in duration with each cycle taking 5 minutes on conventional thermal cyclers: 1 minute each at 94 degree C, 60 degree C and 72 degree C and about 2 minutes ramping between the three temperatures
DNA AMplification process with the polimerase chain reaction. in each cycle the two DNA template strands are firsst separated (denatured) by heat. The sample then cooled to an appropriate temperature to bind (anneal) the oligonucleotide primers. Finally the temperature of the sample is raised to the optimal temperatur for the DNA polymerase and its extends the primers to produce a copy of each DNA template strand. For each cycle, the number of DNA molecules (with sequence between the two PCR primers) double.
Secara teoritis setelah 30 siklus, telah tercipta kopi dari area target cetakan DNA sebanyak satu milyar ( tabel 4.1 ). Produk PCR ini, yang terkadang disebut sebagai ‘amplicon’, dalam jumlah yang cukup dapat diukur dengan mudah menggunakan berbagai teknik yang akan dibahas lebih lanjut dalam bab teknologi.
PCR umumnya dilakukan dengan jumlah sampel sebanyak 5 – 100 µL. Dengan jumlah yang sangat rendah itu, penguapan dapat menjadi masalah dan akurasi dari pengambilan sampel dapat menjadi tantangan. Di sisi lain, volume sampel yang lebih besar mengarahkan pada masalah keseimbangan panas bagi reaksi pencampuran karena dibutuhkan waktu yang lebih lama bagi perubahan suhu eksternal agar dapat ditransmisikan ke pusat sampel ( bagi sampel yang lebih banyak dibandingkan dengan sampel yang sedikit ). Maka, dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk setiap suhu, sehingga keseluruhan waktu siklus panas yang dibutuhkan juga memanjang. Sebagian besar protokol biologi molekuler untuk sampel PCR adalah antara 20 - 50 µL.
Sampel dipipetkan ke dalam berbagai tabung reaksi yang didesain untuk digunakan dalam siklus panas PCR. Tabung yang paling umum digunakan untuk sampel sebanyak 20 – 50 µL adalah tabung berukuran 0,2 mL dengan dinding tipis. Tabung – tabung ini dapat dibeli satuan, dengan atau tanpa tutup, atau juga dibeli berkelompok, yaitu 8 atau 12 tabung berderet dalam kolom. Pada lab yang lebih besar, dalam penjabaran DNA menggunakan PCR, secara rutin digunakan plat berisikan 96 atau 384 tempat.
PCR telah disederhanakan dalam beberapa tahun belakangan ini dengan adanya perangkat reagen yang memudahkan Laboratorium DNA forensik untuk menambahkan cetakan DNA ke dalam campuran PCR yang siap pakai, yang mengandung seluruh komponen yang diperlukan untuk reaksi penjabaran DNA. Perangkat ini telah dioptimisasi melalui usaha penelitian ekstensif oleh pabrik komersiil. Perangkat ini dibuat secara khusus sehingga pemakai tinggal menambahkan larutan dari perangkat ke dalam genom DNA dalam jumlah tertentu. Hasil terbaik dengan perangkat komersiil ini didapatkan jika cetakan DNA ditambahkan dalam jumlah yang cukup untuk berinteraksi dengan larutan dari perangkat tersebut.
KOMPONEN PCR
Ada 2 komponen terpenting dari reaksi PCR, yaitu sekuen DNA pendek atau sisi area yang akan dikopi. Tindakan utama adalah untuk mengidentifikasi atau menentukan target dari cetakan DNA yang akan dikopi. Yang mengendalikan reaksi PCR adalah oligonukleotida yang diciptakan secara kimiawi dan ditambahkan dalam konsetrasi yang tinggi ke dalam cetakan DNA. Beberapa pengetahuan tentang rangkaian DNA yang tercetak dibutuhkan untuk rangkaian primer yang sesuai.
Komponen lain dari reaksi PCR terdiri dari kerangka DNA yang akan dicetak, membangun blok dengan membentuk ke empat nukleutida, dan DNA polimerase bergabung dengan blok pada dasar dari rangkaian kerangka DNA.
Ketika menset sample yang berisi beberapa primer dan reaksi komponen, ini biasa untuk mempersiapkan campuran sempurna yang dapat memberikan kuantitas sama pada PCR lain. Prosedur ini membantu untuk memastikan adanya homogenitas di antara sampel-sampel. Dalam melakukan percobaan terhadap sampel yang berbeda-beda, utamanya harus memeriksa variasi dari sampel DNA dengan tidak ada perbedaan pada reaksi komponen dan cara pengolahan sampel.
PENGAWASAN PENILAIAN PCR
Pengawasan positif adalah indikator berharga apakah dari komponen PCR telah gagal atau tidak selama reaksi susunan fase dari tingkat eksperimen. Standar kerangka DNA dari rangkaian yang diketahui dengan kualitas DNA yang bagus harus bisa digunakan untuk pengawasan positif. Kegunaan dari pengawasan positif adalah untuk memastikan bahwa reaksi komponen dan parameter pengatur suhu adalah bekerja untuk penjelasan sebuah bagian spesifik dari DNA.
EFEK STOKASTIK TINGKAT RENDAH DNA
PARAMETER PENGATUR SUHU
PENGATUR SUHU
Pengatur suhu modern menggunakan panas untuk mempertahankan reagen PCR dari pemadatan pada atas tabung selama pengaturan suhu. Bagaimanapun, beberapa laboratorium forensik masih menggunakan model pengatur suhu yang lama dikenal pengatur suhu DNA 480. sampel pada 480 memerlukan minyak mineral tetes di atas reaksi PCR untuk mencegah penguapan ketika tidak ada pemanasan.
PANAS MENGAWALI PCR
Waktu suhu rendah non spesifik dasar terjadi, produk yang tidak diingini ini akan dengan efisien menjelaskan keseluruhan siklus PCR kembali sebab pada polimerase sibuk menjelaskan produk yang bersaing ini, target bagian DNA akan dijelaskan kurang efisien. Jika ini terjadi, kamu akan kehilangan apa yang ingin dicari dan tidak memiliki cukup DNA spesifik untuk menjalankan test lain.
Panas mengawali PCR bisa menunjukkan dengan memperkenalkan komponen reaksi yang kritis seperti polimerase, setelah suhu pada sampel akan dinaikkan dengan menguatkan temperatur tsb. Barangkali lebih penting adalah tabung sampel harus dibuka pada saat siklus suhu untuk memperkenalkan komponen esensial, di mana memberikan kesempatan yang lebih besar untuk kontaminasi silang di antara sampel. Pembahasannya pada sesi lain, bentuk modifikasi dari Taq DNA polimerase akan ditingkatkan yang membutuhkan aktivasi suhu dan memungkinkan tabung panas tertutup mengawali PCR, enzim ini dinamakan AmpliTaq Gold, yang memiliki mutu yang besar pada PCR.
AmpliTaq Gold DNA POLIMERASE
Ketiga bufer pada reaksi PCR ialah pH sensitif dengan variasi suhu, dan suhu yang lebih tinggi menyebabkan pH turun kira-kira 0,02 pH unit tiap 1oC.
Ini penting untuk diketahui bahwa AmpliTaq Gold adalah tidak sesuai dengan bufer pH 9,0 digunakan pada AmpliTaq DNA polimerase yang tetap. Ketiga bufer dengan pH 8,0 atau 8,3 pada 25oC bekerja baik dengan Taq Gold.
MODEL PCR PRIMER
MULTIPLEX PCR
Beberapa aplikasi PCR yang baru memerlukan beberapa tingkatan untuk keoptimalannya di dalam komponen-komponen reagennya atau dalam kondisi siklus suhu. Keoptimalan Multipex PCR lebih banyak tantangan daripada reaksi singleplex karena memerlukan kondisi yang lebih simultan.
Variabel-variabel harus diperiksa ketika mencoba untuk mendapatkan hasil yang optimal dari multiplex PCR termasuk reagen-reagen dlm kondisi suhu yang baik.Rangkaian-rangkaian primer dan konsentrasi magnesium biasanya sangat menentukan hasil dari multiplex PCR. Perpanjangan waktu selama siklus suhu biasanya meningkatkan daei raeksi multiplex PCR dalam memberikan waktu polymerase untuk mengcopy lengkap seluruh target DNA.
PCR multiplex memerlukan STR (Short Tandem Repeat) untuk membetulkan reaksi agar mendapatkan pemisahan ukuran yang baik antara locus dengan celup fluorosencenya. PCR multiplex harus menghasilkan amplifikasi tetap dengan keseimbangan puncak yang baik sebaik locus yang memiliki amplifikasi spesifik dengan hasil yang non-spesifik. Akhirnya PCR multiplex memerlukan hasil maksimal non-template-dependent ‘+A’ ditambah untuk seluruh hasil PCR.
Selasa, 17 Juli 2007
MULTIPLEX PCR OPTIMIZATION
Untuk mendapatkan keseimbangan yang baik untuk reaksi PCR multiplex dengan beberapa hasil produknya memiiliki hampir banyak persamaan. Dengan penyebaran luas yang ada yang besifat kotak, laboratorium forensic jarang menciptakan PCR yang optimal pada percobaannya lagi.PCR menghasilkan lapangan dalam bentuk puncak ujung STR dengan hasil yang optimal pada temperature 2’C dan 4’C lebih tinggi dan rendah.
Perkembangan efisiensi PCR multiplex reaksi harus di rencanakan yang baik dan test yang banyak dan usaha dalam desain dan keseimbangan reaksi-reaksi antar komponen. Interval parameter siklus suhu mencakup suhu dan perpanjangan waktu sering diperiksa dalam protocol akhir. Konsentrasi primer adalah factor terbesar dalam reaksi PCR multiplex dalam menentukan lapangan beberapa amplicon. Percobaan berulang dan titrasi primer biasanya memberikan hasil yang optimal. Konsentrasi magnesium chloride dan deoxynucleotide triposphates secara khas akan meningkatkan secara tajam relatif untuk reaksi singleplex. Evaluasi terus-menerus akan menampilkan dari multiplex yang meliputi tambahan dan pemindahan set primer untuk melihat jika keseimbangan keseluruhan tujuan amplifikasi dipengaruhi.
REAL-TIME (QUANTITATIVE) PCR
Instrumen-instrumen sekarang sudah dapat memonitor proses PCR yang memungkinkan terjadinya real-time dari adanya koleksi data. Real-time PCR, pertama kali di deskripsikan oleh Higuchi dan asisten pekerjanya (Cetus Corporation) di awal tahun 1990 yang juga menunjukkan dari kuantitatif PCR atau ‘kinetic analisa’. Instrument tersebut menunjukan analisa dari satu siklus ke siklus yang melakukan perubahan didalam tanda hasil fluorosent dari rangkaian target amplifikasi selama PCR.Analisa ini dapat ditunjukkan tanpa dibukanya tube PCR dan mereka juga dapat menunjukkan tube tertutup atau penemuan nilai yang homogen.
Beberapa metode untuk menunjukkan penemuan real-time PCR yang homogen telah dipublikasikan. Metode yang paling umum digunakan adalah fluorogenic 5’ nuclease-yang lebih dikenal sebagai TaqMan atau yang digunakan sebagai interkalasi dari bahan celup seperti SYBR Green, yaitu molekul DNA double-stranded yang memiliki kespesifikan yang tinggi.Perubahan metode monitor TaqMan di dalam florosent untuk menggantikan rangkap dua pemeriksaan dye-labeled dari rangkaian yang spesifik didalam daerah target dalam penilaian SYBR Green pada penemuan formasi hasil produk.
The 5’ NUCLEASE ASSAY(TAQMAN)
Taqman digunakan label dengan dua fluorosent bahan celup yang memancarkan perbedaan panjang gelombang. Rangkaian yang digunakan dalam maksud untuk menghibridkan secara spesifik daerah target DNA diantara 2 primer PCR. Kekhasannya didalam desain digunakan untuk meninggikan secara tajam dalam memperkuat perbandingan temperature untuk primer PCR yang akan digunakan dalam menghibridkan ketika perpanjangan polymerase primer dimulai.
Selama proses polymerase, untaian sintesis akan dimulai untuk menggantikan beberapa penggunaan TaqMAn untuk rangkaian targetnya. Taq DNA polymerase menggunakan aktivitas 5’exonuclease dan juga memulai membuat jalur rangkaiannya. Ketika molekul bahan celup dicatat maka akan menurunkan dari penggunaannya dan tidak panjangnya kedekatan bahan celupnya. Kenaikan tanda fluorosent menghasilkan rangkaian target yang saling berkomplement dalam penggunaan TaqMan.
REAL-TIME PCR ANALYSIS
Ada 3 fase nyata untuk memastikan proses PCR : geometric atau exponential amlifikasi,linear amplifikasi, dan plateau region. Selama exponential amplifikasi, mereka memiliki tingkatan tinggi di dalam ketepatan dari hasil produksi baru dari PCR. Plot dari siklus jumlah versus scala log konsentrasi DNA akan menghasilkan hubungan yang linear selama phase exponential dari PCR amplifikasi.
Fase dari linear amplikasi akan diikuti phase exponent satu atau lebih komponen yang jatuh di bawah kritikan konsentrasi dan effisiensi amplikasi yang lambat didalam kenaikan aritmatika dibandingkan phase exponential dalam geometric. Sejak komponen-komponen seperti dNTPs atau primer dapat digunakan dalam reaksi yang memiliki perbedaan yang tajam,phase linear sudah tidak lagi tepat dari satu contoh ke contoh dan juga sudah tidak berguna di dalam perbandingannya.
Fase akhir dari PCR adalah plateau region adalah akumulasi dari produk PCR yang lambat untuk menghentikan banyaknya ragam komponen yang dapat diraih dalam penilaian akhir dari keefektifannya. Tanda fluorosent yang diteliti didalam fase plateau akan keluar.
Tempat yang optimal dalam mengukur fluorosent versus siklus jumlah adalah pada fase exponential PCR dimana hubungannya antara jumlah produknya dan DNA yang masuk akan lebih konsisten.
BAHAYA KONTAMINASI
Sensitifitas PCR mengharuskan kewaspadaan tetap terjaga di laboratorium untuk mencegah kontaminasi yang dapat mempengaruhi hasil DNA typing. Reaksi kontaminasi PCR selalu sangat diperhatikan karena teknik ini sangat sensitif sekali terhadap sejumlah kecil DNA lain. Orang yang menentukan reaksi PCR dapat dengan tak hati-hati menambahkan DNA-nya kepada reaksi PCR tersebut jika ia tidak hati-hati. Demikian juga, polisi atau teknisi ‘crime scene’ yang mengumpulkan bukti dapat mencemari contoh jika kepedulian yang sesuai tidaklah diambil. Karena alasan ini, masing-masing potongan dari bukti harus dikumpulkan dengan penjepit bersih atau dengan sarung tangan yang disposable.
Untuk membantu penemuan dari pencemaran laboratorium, semua pekerja di dalam lab forensik sudah terekam genotype dari DNA-nya dalam suatu catatan untuk menghindari pencemaran profil DNA. Ini sering dilakukan sebagai elemination database staff. Personil laboratorium harus memakai jubah yang sesuai selama interaksi dengan sampel selama test PCR ( Rutty et al. 2003). Mencakup jas laboratorium, sarung tangan seperti, facial masks, dan hairnets untuk mencegah sel kulit atau rambut jatuh ke tabung amplifikasi. Tindakan pencegahan ini penting terutama ketika bekerja dengan sejumlah sampel benda paling kecil atau yang telah hancur.
Beberapa tips untuk menghindarkan pencemaran dengan reaksi PCR di laboratorium meliputi:
· Sebelum dan sesudah memproses sampel PCR harus secara fisik dipisah. Biasanya tempat atau wadah cabinet digunakan untuk mennyetel reaksi amplifikasi PCR.
· Peralatan, seperti pipet, dan reagen untuk PCR harus dijaga terpisah dengan alat atau bahan lain di laboratorium, terutama bahan atau alat untuk menganalisis PCR.
· Memakai sarung tangan disposabel (sekali pakai)
· Pipet aerosol-ressistant harus digunakan dan harus diganti setiap sampel baru untuk mencegah kontaminasi silang dalam pemindahan bahan dari pipet tersebut.
· Reagen harus benar-benar terjaga dari kontaminasi DNA atau nuklease apapun
· Iradiasi ultraviolet laboratorium PCR jika sedang tak digunakan dan membersihkan alat-alat atau perabot dengan isopropanol dan/atau larutan cuci 10% dapat membantu menghilangkan molekul DNA asing sebelum PCR setup dilakukan. (Kwok and Higuchi 1989, Prince and Andrus 1992).
Produk PCR dapat memindahkan hasilnya dari amplifikasi DNA contaminating yang tadinya belum diamplifikasi. Karena amplifikasi DNA beberapa kali lebih pekat dibanding susunan DNA yang belum di amplifikasi, dapat terkopi atau tersisip selama PCR dan sampel yang tadinya belum di amplifikasi menjadi tak murni lagi. Adanya transfer secara tak sengaja atau bahkan volume sejumlah kecil dari amplifikasi PCR yang telah selesai dengan sampel DNA yang belum di amplifikasi dapat menghasilkan amplifikasi dan deteksi dari adanya ‘contaminating sequence’. Untuk alasan ini, sampel barang bukti diproses oleh laboratorium forensik DNA untuk melihat adanya sampel suspek referensi untuk menghindarkan adanya kemungkinan kontaminasi barang bukti dengan suspek DNA yang teramplifikasi.
Pipet harus digunakan untuk sekali pakai. Bahkan droplet sekecil apapun dari produk PCR yang tertinggal di pipet dapat mengandung miliaran copy dari ‘amplifiable sequence’. Untuk perbandingan, satu nanogram dari DNA genom manusia mengandung sekitar 300 copy dari ‘single-copy DNA markers.
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PCR DENGAN SPECIMEN FORENSIK
Keuntungan dari amplifikasi PCR termasuk :
· Dengan jumlah yang sedikit dari susunan DNA dapat digunakan seperti halnya satu sel yang kecil
· Adanya degradasi DNA menjadi fragmen-fragmen hanya beberapa ratus pasang dapat juga digunakan untuk amplifikasi
· Banyaknya angka copy dari urutan DNA yang spesifik dapat di amplifikasi secara simultan dengan reaksi multiplex PCR
· DNA kontaminan, seperti jamur dan bakteri, tak dapat teramplifikasi karena hanya digunakan yang spesifik untuk manusia saja.
· ‘Commercial kits’ sekarang sudah avalable untuk simpel reaksi PCR dan amplifikasinya.
Kerugian potensial dari PCR termasuk :
· Target dari susunan DNA dapat tak teramplifikasi dengan adanya atau munculnya penghambat PCR pada DNA yang telah di ekstrak.
· Amplifikasi dapat gagal jika terjadi perubahan urutan pada primer-binding pada susunan genom DNA
· Kontaminasi dari sumber manusia lain selain dari barang bukti forensik tersebut atau kontaminasi sampel DNA teramplifikasi yang tak hati-hati oleh petugas laboratorium forensik.